Sabtu, 07 Mei 2011

Kebudayaan Di Nganjuk

1. Tari Mongdhe
Mongdhe adalah suatu bentuk seni tari daerah yang berasal dusun Alas Malang Desa Babadan Kec. Patianrowo Kab. Nganjuk. Ide terbentuknya grup kesenian ini semula dilakukan oleh para pengikut Pangeran Diponegoro di daearah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang melarikan diri ke daerah Jawa Timur karena terdesak oleh serangan Belanda. Sebagai upaya mengelabuhi serta tetap mengorbankan semangat perang melawan penjajah Belanda pada saat itu maka di buatlah suatu kesenian yang ditampilkan seperti pengamen keliling untuk menggalang kembali pasukan yang tercerai berai serta untuk mengintai kegiatan pasukan Belanda. Salah satu kelompok di bawah pimpinan Kasan Tarwi menuju kearah timur (Jawa Timur) mengikuti jalan rel kereta api yang sedang di bangunoleh Belanda. Sedangakan lokasi pasukan kita tidak jauh dari rel kerta api.
Pada tahun 1827 tibalah mereka di daerah Alas Malang Desa Babadan Kec. Patianrowo Kab. Nganjuk dan akhirnya menetap disana sebagai petani biasa.
Setahun kemudian di akhir tahun 1828 datanglah kelompok kesenian yang ke 2 yang masih saudara Kasan Tarwi yang mengabarkan bahwa pasukan Diponegoro semakin terdesak dan terjepit oleh penjajah Belanda. Hal ini pula yang memantabkan Kasan Tarwi dkk untuk menetap di Alas Malang.
Meski hidup sebagai petani mereka tetap memainkan MONGDHE untuk memata matai Belanda. Setahun sekali setiap Grebeg Suro mereka mengadakan pementasan di Alun alun Yogyakarta atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwono. Demikian juga ketika ulang tahun Ratu Wihelmina (ratu Belanda) mereka juga mengadakan pementasan di alun-alun Nganjuk.Waktu itu keberadaan mereka sangat di hargai oleh pemerintah merekapun dibebaskan dari kegiatan gugur gunung, ngeting dsb. Dari Alas Malang ini akhirnya terus berkembang grup-grup baru di dusun Tremas-Ds. Babadan, Desa Ngepung Kec Patianrowo dan desa Garu Kec. Baron.
Sebagai sebuah tontonan biasanya mereka mengadakan pementasan pada acara pernikahan, kitanan dan nyadran. Pada umumnya mereka berbentuk arak-arakan.

2. Seni reog
Pada jaman dahulu di kerajaan kediri ada seorang Raja Yang sangat kaya dan mempunyai seorang putri yang cantik dan dia membuat sebuah sayembara yaitu membuat hewan berkepala dua dan pertunjukan seni yang belum pernah ada ia akan dinikahi.Dan ada seorang pangeran yang tampan dan gagah yaitu Klanaswandana Dari Kerajaan Bantarangin Ponorogo yang suka pada putri Sanggalangit tapi Pangeran Klanaswandana mempunyai saingan yaitu raja Singobarong . Raja Singobarong sangat keji dan sombong dan mempunyai seekor hewan peliharaan yaitu merak . Merak itu suka menggigit kutu-kutu  yang ada di rambut raja Singobarong .
Akhirnya mereka berdua yaitu Raja Klanaswandana dan Raja singobarong bertarung dan Singobarong Kalah dan singobarong berubah menjadi singa dan meraknya menyatu di tubuhnya . Akhirnya Klanaswandana mendapatkan Dewi Sanggalangit dan Seni itu beraqsal dari Ponorogo Namanya sekarang REOG PONOROGO

3.
Kesenian tradisional jaran kepang (kuda kepang, red) memang susah kalau bersaing dengan kesenian yang lebih modern. Hanya kecintaan para senimannya yang membuat mereka bertahan dengan kesenian yang hidup dan berlangsung secara turun-temurun tersebut. Meski kini sudah hampir tidak pernah ada yang nanggap, para senimannya tetap ingin menurunkan kesenian itu pada anak cucunya. Para seniman ingin tetap hidup dari sini, meski dia harus mengamen.
arian Tradisional Jawa ini cukup tenar. Sesuai namanya, Jaran Kepang artinya kuda-kudaan dari kepangan bambu. Belakangan kulit kambing dan kulit sapi juga dijalin untuk membuat jaran kepang. Dalam pertunjukkan ini penari bakal terus menunggang kuda tersebut dan bertingkah seolah-olah si jaran kepang hidup. Awalnya semua menari teratur dan bergoyang seperti kuda mengikuti ritme musik. Setelah beberapa saat, mendadak penari kesurupan dan mulai seperti kerasukan kuda. Mereka berlari, melompat, dan berperilaku sama dengan kuda.
Ada yang cukup kalem, tapi kebanyakan jadi liar. Mereka meminum banyak air, menelan daun pisang, kembang, dan gabah, layaknya kuda sungguhan.
Jaran Kepang biasa diiringi para pemain gamelan. Selain itu, ada pula gambuh, semacam sosok yang memiliki daya mistis yang mengambil peran sebagai dalang pertunjukkan dan bertanggung jawab terhadap kesurupan. Sebelum pertunjukkan mulai, gambuh dan pengiringnya khusyuk dalam doa serta menggelar sederet upacara.

Lengkap dengan dupa (kemenyan yang dicampur minyak wangi tertentu kemudian dibakar), buceng (berisi ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja), kembang boreh (berisi kembangkantil dan kembang kenanga) ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat), serta kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau, dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diaduk dengan tembakau). Begitu gambuh memberikan isyarat tertentu, dalam sekejap semua penari kesurupan. Dialah yang akan memberikan instruksi pada kelompok penari dan juga penonton.
Di akhir pertunjukkan, dia juga yang melepaskan para penari dari kesurupannya. Menurut sejarah, tarian ini diangkat dari cerita rakyat Kediri, tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Amiseno dari Kerajaan Ngurawan

1 komentar:

  1. Mbah Kasan Tarwi, beliau dari Termas, babadan, patianrowo, beliau buyut saya.

    BalasHapus